Rangkuman PPKn BAB 1 Kelas 11 Kurikulum Merdeka

Ringkasan Materi PPKn Kelas 11 Bagian 1 Pancasila Kurikulum Merdeka - Di Kelas XI ini, peserta didik akan belajar topik-topik yang relatif sama, namun dengan kajian yang lebih mendalam, sebagai kelanjutan dari bahasan sebelumnya. Untuk itu, ajak peserta didik untuk mengingat kembali topik-topik bahasan mengenai Pancasila di kelas sebelumnya.

Di Kelas XI ini, peserta didik akan belajar memetakan (mapping) ide-ide pendiri bangsa tersebut. Tujuannya, agar peserta didik dapat mengetahui di mana titik persamaan, perbedaan, dan persinggungan dari ide-ide pendiri bangsa tentang dasar negara.

Selain itu, peserta didik akan diminta untuk meref­leksikan diri tentang praktik penerapan Pancasila, baik dalam kehidupan individual maupun dalam konteks kehidupan bernegara. Kita juga akan menelaah praktik penerapan Pancasila dalam kehidupan bernegara ini. Terakhir, peserta didik akan belajar memetakan dan menganalisis bagaimana tantangan dan peluang penerapan Pancasila dalam konteks global.




Materi BAB 1 PPKn Kelas 11 Kurikulum Merdeka


A. Unit 1 Peta Pemikiran Pendiri Bangsa tentang Pancasila

Ada banyak anggota BPUPK yang turut menyampaikan pidato pada sidang pertama yang membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka. Tidak hanya Moh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno, melainkan juga ada Hatta, H. Agus Salim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan lain-lain.

Tak hanya pada sidang pertama BPUPK, perbincangan tentang dasar negara terus dimatangkan baik dalam Panitia Kecil maupun pada saat sidang kedua BPUPK. Hasil dari Panitia Kecil yang dibentuk setelah sidang pertama BPUPK, dicapainya kesepakatan antara, yang oleh Soekarno disebut sebagai, “kelompok Islam” dan “kelompok kebangsaan”, sebagaimana yang tertulis dalam Preambule, atau Mukaddimah.

Hasil kesepakatan ini dibacakan oleh Soekarno sebagai ketua Panitia Kecil dihadapan sidang BPUPK yang kedua. Pada sidang kedua ini, anggota BPUPK banyak mendiskusikan soal bentuk negara, ketimbang soal dasar negara.

Perbincangan tentang dasar negara kembali mengemuka pada saat sidang PPKI yang berlangsung sehari setelah kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Fokus pembicaraan pada saat itu adalah soal “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Soekarno mengusulkan lima dasar bagi Indonesia merdeka. Kelima dasar tersebut, yakni 1) Kebangsaan Indonesia, 2) Internasionalisme atau perikemanusiaan, 3) Mufakat atau demokrasi, 4) Kesejahteraan sosial, dan 5) Ketuhanan.

Namun, selain dari kelima dasar tersebut, Soekarno juga menyiapkan kumpulan dasar negara lainnya, apabila kelima dasar sebelumnya tidak dapat diterima. Ia menyarankan (trisila): Sosio-Nasiolisme, Sosio-Demokratik, dan Ketuhanan. Jika pun ketiga dasar ini dirasa kurang cocok, Soekarno mengusulkan satu dasar (ekasila), yang diperas dari ketiga dasar tersebut, yaitu Gotong Royong.

Moh. Yamin sebagai pendiri bangsa, juga turut andil dalam memberikan ide terhadap rancangan dasar negara, yang juga terdiri dari 5 dasar, yaitu: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Sebagai pakar hukum, Soepomo mengawali rancangan ide dasar negara dengan menjabarkan syarat-syarat berdirinya negara, yaitu daerah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat berdasarkan hukum internasional. Untuk dasar negara sendiri, Soepomo mengusulkan 5 dasar bagi negara, yaitu persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.

Selain kedua tokoh tersebut, ada juga Moh. Hatta yang menyampaikan bahwa Pancasila sebenarnya tersusun atas dua dasar. Pertama, berkaitan dengan moral, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, berkaitan dengan aspek politik, yaitu kemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi kerakyatan, dan keadilan sosial. Hatta menyetujui dibentuknya Indonesia sebagai negara kesatuan yang bersendi demokrasi dan dibatasi oleh konstitusi.

Hatta lebih setuju dengan negara kesatuan yang bersendi demokrasi dan dibatasi oleh konstitusi. Dengan bersendi demokrasi, dalam negara kesatuan, kekuatan terbesar ada pada rakyat, sehingga rakyat mendapatkan haknya untuk menyuarakan pendapatnya melalui lembaga-lembaga demokrasi.

Cita-cita demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial yang meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Cita-cita keadilan sosial dijadikan program untuk dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.


B. Unit 2 Penerapan Pancasila dalam Konteks Bernegara


Sebagai dasar negara, Pancasila tentu tidak cukup hanya tertera dalam sejumlah dokumen negara, tidak juga diperingati melalui upacara dan kegiatan lainnya. Untuk menelaah bagaimana penerapan Pancasila dalam praktik bernegara, perlu diketahui bahwa dalam ideologi Pancasila, menurut Moerdiono, terdapat tiga tataran nilai.

1. Nilai Dasar, suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan ruang dan waktu. Nilai dasar mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya. Nilai dasar itu berbunyi lima sila dalam Pancasila. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut meliputi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan Indonesia, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat serta nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Nilai Instrumental, nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila, berupa arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.

3. Nilai Praksis, adalah nilai yang terdapat dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Nilai praksis adalah wujud dari penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik dilakukan oleh lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) maupun oleh organisasi masyarakat, bahkan warga negara secara perseorangan.

Pada praktiknya, nilai instrumental dan nilai praksis harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar. Nilai praksis tidak boleh bertentangan dengan nilai instrumental. Wujud dari nilai instrumental tersebut berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.


C. Unit 3 Peluang dan Tantangan Penerapan Pancasila


Pancasila adalah ideologi negara yang harus dipatuhi dan menjadi pemersatu bangsa. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada kemungkinan bagi masuknya ideologi lain yang dapat memengaruhi masyarakat Indonesia. Beberapa ideologi yang mulai masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Semua ideologi tersebut tentu bertentangan dengan Pancasila.

Pesatnya laju teknologi informasi juga mengakibatkan banjirnya informasi. Lalu, apa dampak yang ditimbulkan oleh banjirnya informasi? Pertama, ruang kehidupan kita sesak oleh warna-warni informasi. Kita disuguhi bermacam-macam informasi, baik yang penting ataupun yang tidak penting, baik yang valid kebenarannya ataupun yang tidak. Karena itulah, banyak kita jumpai beredarnya hoaks atau informasi palsu di media sosial kita.

Kedua, dampak lanjutan dari beredarnya hoaks tersebut, membawa kita pada suatu kondisi yang disebut dengan post-truth (pasca-kebenaran). Post-truth adalah kondisi di mana fakta objektif tidak lagi memberikan pengaruh besar dalam membentuk opini publik, tetapi ditentukan oleh sentimen dan kepercayaan.

Ketiga, dampak yang lebih jauh adalah masyarakat mudah diprovokasi, diadu domba, dihasut, dan ditanamkan benih kebencian melalui informasi-informasi palsu yang terus-menerus disampaikan sehingga dianggap sebagai kebenaran.


D. Unit 4 Proyek Gotong Royong Kewarganegaraan


Proyek gotong royong kewarganegaraan merupakan manifestasi dari implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dinamakan proyek gotong royong kewarganegaraan karena gotong royong merupakan budaya khas masyarakat Indonesia yang telah mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Selain itu, gotong royong merupakan manifestasi dari Pancasila itu sendiri.

Gotong royong yang dimaksud di sini tidak hanya sebatas pada kegiatan bersama yang bersifat fisik, tetapi lebih dari itu. Gotong royong dapat dimaknai sebagai kerja bersama (collaborative work) yang dilakukan untuk mencari solusi bersama atas sebuah persoalan, memberikan gagasan/ide, memberikan bantuan, dan menginisiasi kegiatan bersama yang memiliki arti penting dan berharga bagi masyarakat, bangsa, negara, bahkan dunia.


Untuk Rangkuman PPKn Semester 1 dan 2 Kelas 11 Kurikulum Merdeka, secara lengkap dapat dilihat dengan cara klik gambar berikut :



Demikian informasi tentang Rangkuman PPKn BAB 1 Kelas 11 Kurikulum Merdeka yang bisa Sinau-Thewe.com bagikan, semoga ada manfaat didalamnya dan terima kasih.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Rangkuman PPKn BAB 1 Kelas 11 Kurikulum Merdeka"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel